Dari Hilmar Farid untuk Anak Muda Indonesia: Bincang Hari Batik

0 Shares
0
0
0
0

“Tradisi hari ini adalah inovasi di masa lalu,” pesan Hilmar Farid, Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam diskusi berjudul Merayakan Hari Batik Nasional yang diselenggarakan secara kolaboratif oleh Google Arts & Culture, Kemendikbud, Museum Tekstil Jakarta, Yayasan Batik Indonesia, dan Kok Bisa pada 1 Oktober 2020 yang lalu. Dengan melihat batik sebagai tradisi di masa kini yang sekaligus inovasi di masa lalu, Hilmar mengajak kita semua untuk mengenal batik lebih dalam dan berkontribusi untuk melestarikannya sesuai dengan konteks zaman. Nah, bagaimana pesan-pesan tersebut diuraikan dalam perbincangan? Gerald Sebastian dari Kok Bisa, media edukasi terbesar di Indonesia, memoderasi acara ini dengan santai sehingga asyik diikuti oleh penonton generasi muda.

Pertama, kita diajak untuk memahami batik terlebih dahulu. Ketika Hilmar ditanya perihal sejarah batik, Hilmar menjawab dengan ajakan untuk membahas batik sebagai tiga hal yang berbeda. Batik sebagai teknik sudah dikenal sejak lama di Cina dan Afrika, jauh sebelum teknik itu berkembang di nusantara. Artinya, teknik merintang warna pada kain memang tidak berasal dari negeri kita namun teknik tersebut mendapatkan inovasi berupa modifikasi di banyak daerah yang ada di Indonesia.

Kemudian, batik sebagai motif atau corak diketahui ada di Indonesia sejak abad 12. Hal ini dapat dibuktikan secara visual melalui relief-relief candi. Menurut data budaya, motif atau corak batik Indonesia ada 6000-an di mana yang beredar di pasar hanya sekitar 100-an. Angka yang fantastis, Kawan Wastra!

Sedangkan menurut Hilmar Farid, batik sebagai kebudayaan dapat dilihat dari bagaimana batik telah menjadi bagian dari siklus hidup manusia. Dalam acara-acara penting, seperti kelahiran, pernikahan, kematian, dan lain-lain batik seringkali digunakan untuk menyemarakkan kehidupan.

Setelah berbicara tentang sejarah batik, Gerald bertanya pada Dirjen Kebudayaan bagaimana cara memaknai batik dalam kehidupan sehari-hari. Hilmar Farid pun langsung memberikan contoh batik yang sedang ia kenakan saat itu juga. Ia memakai Sidomukti yang sering dipakai oleh orang Jawa dalam acara penting seperti lamaran dan pernikahan. Menurutnya batik itu cocok ia kenakan untuk acara sebelumnya, pengajuan proposal. Sidomukti yang berarti “semoga harapan mulia menjadi nyata” dipakai Dirjen Kebudayaan kita untuk mengekspresikan dirinya pada saat itu. Menarik, bukan?

Baca Juga:  Cerita dan Harapan Perajin di Hari Batik

Karena Hilmar Farid percaya bahwa tradisi hari ini adalah inovasi pada masa lalu, maka ia mengajak kita semua untuk berani berkreasi. Batik pada zaman dulu hanya dikenakan sebagai bawahan namun dalam tiga dekade terakhir kemeja/atasan batik telah menjadi populer sebagai busana formal di acara-acara internasional. Untuk itu di masa pandemi ini, ketika orang-orang mulai mengurangi intensitas berbelanja pakaian karena #dirumahaja, maka Hilmar Farid mengajak para pelaku industri batik mengkreasikan batik dalam bentuk lain, misalnya sebagai produk interior yang sedang banyak dilirik orang yang trennya kini lebih memperhatikan rumah.

Dalam diskusi, berulang kali Hilmar Farid menggarisbawahi pentingnya menghidupkan narasi batik. Mencintai batik memang terwujud dalam berbagai level. Membeli dan memakai adalah hal yang baik. Namun dia mengajak semua generasi muda untuk mencintai batik pada level yang lebih tinggi, yaitu memahami cerita-cerita di balik teknik dan motif batik yang mereka kenakan atau yang mereka lihat. Dengan memahami narasi itu, diharapkan agar cinta yang besar terhadap batik juga melahirkan apresiasi yang lebih besar sehingga dampak pelestariannya menjadi lebih besar. Dalam diskusi tersebut, Hilmar juga mengingatkan kaum milenial untuk seru-seruan memakai batik sebagai manner dalam kehidupan sosial. Gerald, sebagai perwakilan generasi muda pun menanggapi anjuran itu dengan antusias. Memang mengasyikkan bila kita dapat menghidupkan narasi batik dengan memakainya sebagai sign atau penanda. Memang terdengar seru ketika kita bisa mengekspresikan diri tanpa berkata apapun, sebab pakaian kita ternyata sudah menyatakan itu pada orang lain.

Selamat Hari Batik 2020! Salam wastra raya untuk Indonesia raya!

0 Shares